Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik
kita harus berpikir, mcnghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan
sebagainya. Dalam bab ini akan dibahas aspek penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, bukum, teori atau putusan
lain yang berlaku umum untuk suatu ha! ataupun gejala. Berdasarkan atas
prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang
merupakan bagian dari hal atau gejala di atas. Dengan kata lain, penalaran deduktif
bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.
Deduksi dimulai dengan suatu premis yaitu pernyataan dasar untuk
menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu.
Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di
dalam pernyataan itu..
Jadi sebenarnya proses deduksi tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru,
melainkan pernvataan kesimpulan yang konsisten dengan pernyataan dasarnya.
Sebagai contoh. kesimpulan-kesimpulan berikut sebenarnya adalah implikasi
permintaan “Bujur sangkar adalah segi empat yang sama sisi”.
(1) Suatu segi empat yang sisi-sisi horisontalnya tidak sama panjang dengan sisi
tegak lurusnya bukan bujur sangkar.
(2) Semua bujur sangkar harus merupakan segi empat, tetapi tidak semua segi
empat merupakan bujur sangkar.
(3) Jurnlah sudut dalam bujur sangkar ialah 360 derajat.
(4) Jika scbuah bujur sangkar dibagi dua dengan garis diagonal akan terjadi dua
segi tiga sama kaki.
(5) Segi tiga yang terbentuk itu merupakan segi tiga siku-siku.
(6) Setiap segi tiga itu mempunyai dua sudut lancip yang besarnya 45 derajat.
(7) Jumlah sudut dalam segi tiga itu 180 derajat.
Setiap pernyataan yang tercantum itu merupakan cara lain untuk meng-
ungkapkan pernyataan di atasnya secara konsisten. Pernyataan (2) merupakan
implikasi pernyataan (1), pernyataan (3) merupakan implikasi pernyataan (2), dan
seterusnya. Di sinilah letak perbedaannya dengan penalaran induktif. Dalam
penalaran induktif kesimpulan bukan merupakan implikasi data yang diamati;
artinya, kesimpulan mengenai fakta-fakta yang diamati tidak tersirat di dalam
fakta itu sendiri.
Dalam praktek, proses penulisan tidak dapat dipisahkan dari proses pemi-
kiran/penalaran. Tulisan adalah perwujudan hasil pemikiran/penalaran. Tulisan
yang kacau mencerminkan pemikiran yang kacau. Karena itu, latihan ke-
terampilan menulis pada hakikatnva adalah pembiasaan berpikir/bernalar secara
tertib dalarn bahasa yang tertib pula.
Kesalahan Deduktif
(1) Dalam cara berpikir deduktif kesalahan yang biasa terjadi ialah kesalahan
premis mayor yang tidak dibatasi.
Contoh:
a. Semua pelaku kejahatan adalah korban rumah tangga yang
berantakan.
b. Kalau hakim masuk desa, di desa tidak ada lagi ketidakadilan.
Kalau bentuk entinem di atas dikembalikan ke dalam bentuk
silogisme, kita akan melihat bahwa kesalahannya terletak pada premis
mayor yang tidak dibatasi, yaitu:
My : Penyebab kejahatan ialah rumah tangga berantakan.
Mn : Hakim memberantas ketidakadilan.
Kesalahan deduktif lainnya ialah kesalahan term keempat. Dalam hal ini
term tengah dalam premis minor tidak merupakan bagian dari term
mayor pada premis mayor atau memang tidak ada hubungan antara
kedua pernyataan.
My : Semua mahasiswa FKIP akan menjadi guru.
Mn : Dani siswa SMPP.
Menurut bentuknya, penalaran deduktif mungkin merupakan silogisme dan
entimem.
Silogisme
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran dalam
bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih
sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar.
Misalnya ucapan "Ia dihukum karena melanggar peraturan "X", sebenarnya dapat
kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut:
a. Barang siapa melanggar peraturan "X" harus dihukum.
b. Ia melanggar peraturan "X"
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis ma-
yor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk
menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa ungkapan "melanggar ..." pada premis (mayor)
diulangi dalam (premis minor). Demikian pula ungkapan "harus dihukum" di
dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada bentuk silogisme yang standar.
Akan tetapi, kerap kali terjadi bahwa silogisme itu tidak mengikuti bentuk
standar seperti itu. Misalnya:
- Semua yang dihukum itu karena melanggar peraturan
- Kita selalu mematuhi peraturan
- Kita tidak perlu cemas bahwa kita akan dihukum.
Pernyataan itu dapat dikembalikan menjadi:
a. Semua yang melanggar peraturan harus dihukum
b. Kita tidak pernah melanggar (selalu mematuhi) peraturan
c.Kita tidak dihukum.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan
JikaA=B dan B=C maka A=C
Premis dan Term
Untuk memahami silogisme perlu kita ketahui dahulu beberapa istilah yang
digunakan. Proposisi ialah kalimat logika yang merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Premis ialah pernyataan yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan.
merupakan kesimpulan yang ditarik berdasarkan premis mayor dan premis minor.
Subjek pada kesimpulan itu merupakan term minor. Term menengah
menghubungkan term mayor dengan term minor dan tidak boleh terdapat pada
kesimpulan. Perlu diketahui, term ialah suatu kata atau kelompok kata yang
menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
Contoh:
(1) Semua cendekiawan adalah manusia pemikir
(2) Semua ahli filsafat adalah cendekiawan
(3) Semua ahli filsafat adalah manusia pemikir.
Bentuk di atas merupakan bentuk standar silogisme. Di dalamnya terdapat
3 term (hanya 3 term), yaitu term mayor, minor, dan tengah. Term-term itu
tercantum dalam kalimat yang disebut proposisi. Proposisi (1), dan (2) merupakan
premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan pada proposisi nomor
(3). Proposisi (1) merupakan premis mayor yaitu premis yang merupakan
pernyataan dasar umum yang dianggap benar untuk suatu kelas tertentu. Di
dalamnya terdapat term mayor (manusia pemikir) yang muncul dalam
kesimpulan sebagai predikat.
Proposisi (2) merupakan premis minor yang mengemukakan pernyataan
tentang peristiwa atau gejala khusus yang merupakan bagian atau anggota kelas
premis mayor. Di dalamnya terdapat term minor (ahli filsafat) yang menjadi
subjek dalam kesimpulan. Term mayor itu dihubungkan oleh term tengah
(cendekiawan) yang tidak boleh diulang di dalam kesimpulan. Term tengah inilah
yang memungkinkan kita menarik kesimpulan.
Silogisme terdiri dari ; Silogisme Katagorik, Silogisme Hipotetik dan Silogisme Disyungtif.
a. Silogisme Katagorik
Silogisme Katagorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………….M……………..P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)
- Hukum-hukum Silogisme Katagorik
Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus parti¬kular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halal
dimakan).
Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi)
Dari dua premis yang sama-sama partikular tidak sah diambil kesimpulan.
Beberapa politikus tidak jujur.
Banyak cendekiawan adalah politikus, jadi:
Banyak cendekiawan tidak jujur.
Jadi: Beberapa pedagang adalah kikir. Kesimpulan yang diturunkan
dari premis partikular tidak pernah menghasilkan kebenaran yang pasti, oleh karena itu kesimpulan seperti:
Sebagian besar pelaut dapat menganyam tali secara bai
Hasan adalah pelaut, jadi:
Kemungkinan besar Hasan dapat menganyam tali secara baik
adalah tidak sah.
Sembilan puluh persen pedagang pasar Johar juju Kumar adalah pedagang pasar Johar, jadi: Sembilan puluh persen Kumar adalah jujur
1) Dari dua premis yang sama-sama negatit, lidak men kesimpulan apa pun, karena tidak ada mata rantai ya hubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpul diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
….. (Tidak ada kesimpulan) Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertunjukk Tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertunju Jadi: Semua drama Shakespeare adalah baik. (Kesimpulan tidak sah)
2) Paling tidak salah satu dari term penengah haru: (mencakup). Dari dua premis yang term penengahnya tidak ten menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin
Jadi: Binatang ini adalah ikan.
(Padahal bisa juga binatang melata)
3) Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan lenjadi salah, seperti
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi: Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’ pada konklusi merupakan term negatif sedang-
kan pada premis adalah positif)
4) Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis layor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna mda kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Jadi: Januari bersinar di langit.
(Bulan pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu
yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis mayor
berarti planet yang mengelilingi bumi).
5) Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, preidkat, dan term menengah ( middle term ), begitu juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term tidak bisa diturunkan komklsinya.
b. Silogisme Hipotetik
Silogisme Hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.
Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Hukum-hukum Silogisme Hipotetik
Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini dalah menentukan ‘kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen .engan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Kebenaran hukum di atas menjadi jelas dengan penyelidikan
berikut:
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.
Jadi harga bahan makanan membubung tinggi.( benar = terlaksana)
Benar karena mempunyai hubungan yang diakui kebenarannya
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.
Jadi harga bahan makanan tidak membubung tinggi (tidak sah = salah)
Tidak sah karena kenaikan harga bahan makanan bisa disebabkan oleh sebab atau faktor lain.
c. Silogisme Disyungtif
Silogisme Disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya.
Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti
sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas. Silogisme disyungtif
dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif,
seperti:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus, jadi
la bukan tidak lulus.
Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti:
Hasan di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi di pasar.
Silogisme disyungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang lain, seperti:
la berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
Ia berada di luar atau di dalam.
ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.
2) Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain, seperti:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di sekolah.
Jadi ia tidak berada di masjid.
Hukum-hukum Silogisme Disyungtif
1. Silogisme disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid, seperti :
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
2. Silogisme disyungtif dalam arti luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut:
a. Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar), seperti:
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi bukan pelaut
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah pelaut.
Jadi bukan guru
b. Bila premis minor mengingkari salah satu a konklusinya tidak sah (salah), seperti:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).
Budi menjadi guru atau pelaut.
Ternyata ia bukan pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa j’adi ia seorang pedagang).
Entimem
Di atas telah disinggung bahwa silogisme jarang sekali ditemukan di dalam
kehidupan sehari-hari. Di dalam tulisan pun, bentuk itu hampir tidak pernah
digunakan. Bentuk yang biasa ditemukan dan dipakai ialah bentuk entimem.
Entimem ini pada dasarnya adalah silogisme. Tetapi, di dalam entimem salah satu
premisnya dihilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi dua:
a. menipu adalah dosa
b. karena (menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a merupakan kesimpulan sedangkan kalimat b adalah premis minor
(karena bersifat khusus). Maka silogisme dapat disusun:
Mn : menipu merugikan orang lain
K :menipu adalah dosa.
Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk
melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum,
jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan
menemukan premis mayornya: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu ke-
simpulannya. Kata-kata yang menandakan kesimpulan ialah kata-kata seperti jadi,
maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita
temukan apa premis yang dihilangkan.
Contoh lain:
Pada malam hari tidak ada matahari, jadi tidak mungkin terjadi proses fotosintesis.
Bagaimana bentuk silogismenya?
My : Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Mn : Pada malam hari tidak ada matahari
K : Pada malam hari tidak mungkin ada fotosintesis.
Sebaiknya, kita juga dapat mengubah silogisme ke dalam entimem, yaitu
dengan menghilangkan salah satu premisnya.
Contoh:
My : Anak-anak yang berumur di atas sebelas tahun telah mampu berpikir
formal.
Mn : Siswa kelas VI di Indonesia telah berumur lebih dari sebelas tahun
K : Siswa kelas VI di Indonesia telah mampu berfikir formal
Kalau dihilangkan premis mayornya entimemnya akan berbunyi “siswa kelas VI
di Indonesia telah berumur lebih dari sebelas tahun, jadi mereka mampu berpikir
formal”. Atau dapat juga “Anak-anak kelas VI di Indonesia telah mampu berpikir
formal karena mereka telah berumur lebih dari sebelas tahun”. Kalau dihilangkan
premis minornya menjadi “Anak-anak yang berumur di atas sebelas tahun telah
mampu berpikir formal; karena itu siswa kelas VI telah mampu berpikir formal.
0 komentar:
Posting Komentar