Jumat, 13 November 2009

Cerpen

Cinta Tak Harus Memiliki

Mimpikah aku bertemu dia secara kebetulan disini? Di tepi sungai Barito, Kalimantan. Dulu aku selalu berharap dan bermimpi bertemu dengannya tapi tak pernah kubayangkan untuk bertemunya di sini. Tidak adakah seorangpun yang mengenalinya?


Sudah menjadi rutinitasku setiap tahun untuk menggunakan masa liburku berpulang menjenguk sanak saudaraku di Banjarmasin-Kalimantan, dimana kedua orangtuaku berasal. Banajarmasin adalah tempatku berlibur dan melepas rindu akan asal orang tuaku. Aku senang berada diantara keluarga besarku. Sering teman kerja juga ikut berlibur bersamaku bila aku menjenguk keluargaku disini. Mereka menetap dirumah tempat tinggalku untuk menghemat biaya liburan. Sering juga aku dan keluargaku di Jakarta berlibur bersama di sini. Kali ini aku menikmati liburku seorang diri. Kadang aku senang bisa berlibur di tempat orang tuaku berasal ini sendiri sehingga aku bisa memfokuskan kunjungan keluargaku namun kadang aku merasa kangen untuk bisa menikmati masa liburku bersama mereka disini. Karena jatah libur dari perusahaanku yang begitu singkat kadang sulit bagiku untuk mengatur waktu. Aku bersyukur bahwa keluargaku berasal dari pulau yang juga terkenal akan wisatanya sehingga aku bisa menggabungkan masa liburku bersama teman dan juga bisa sekaligus berkunjung ke sanak saudara. Aku sendiri dilahirkan dan bertempat tinggal di Jakarta.



Aku telah menghabiskan lima hari masa liburku bersama sanak saudaraku disini. Besok aku kembali terbang ke Jakarta dan menghabiskan masa liburku yang tinggal seminggu bersama teman-temanku ke Singapore dan kemudian kembali ke Jakarta untuk berpesta kulinari di Bogor dan Bandung sebelum aku melanjutkan rutinitas kerja dan kuliah S2 ku di Jakarta.



Hari ini, hari terakhirku di Banjarmasin aku pergunakan untuk berbelanja di Sungai Barito dimana disana terdapat Pasar Terapung. Seperti biasanya aku selalu membawa bahan-bahan atau bumbu-bumbu masakan asli dari sini dan juga kue-kue dan masakan asli Banjarmasin, aneka macam ikan asin ke Jakarta dan tentunya oleh-oleh untuk teman dan kerabat dekat. Jam setengah enam pagi aku sudah siap-siap berangkat menuju Sungai Barito.



Setibaku disana sudah terlihat kesibukan para pedagang dan pembeli berinteraksi. Akupun segera menggunakan perahu untuk membeli kebutuhanku. Setelah semua kebutuhan terbeli akupun pergi untuk sarapan pagi di perahu yang menjual masakan khas Banjarmasin yaitu Soto Banjar. Setelah kenyang aku pun kembali kepinggiran sungai. Disana aku duduk di sebuah kayu besar yang diletakkan disana untuk beristirahat.



Tak lupa aku membidik situasi ini dengan kameraku sebagai kenangan di album liburanku. Sepanjang mataku memandang di sungai yang luas itu, sepercik keinginan untuk mendapat seorang pendamping semakin dalam. Aku disini duduk seorang diri, ditepi sungai tanpa seseorang disampingku. Saat ini aku membayangkan bisa meluangkan momen ini bersama dengan pria yang kucintai. Aku adalah salah satu wanita yang sukses berkarier hingga aku dapat membiayai kuliah S2 ku sendiri dan aku sangat bangga pada diriku sendiri.



Namun diatas segalanya aku selalu dikecohkan oleh pertanyaan-peranyaan yang datang dari keluarga dan teman dekat, apakah aku akan selalu hidup seorang diri mengingat usiaku yang sudah lama pantas mempunyai suami dan anak.



Setiap kali datang pertanyaan itu selalu aku singgah dengan kepercayaan diri dan dengan alasan yang tepat. Namun sebenarnya setiap kali juga aku merasa sampai kapan aku harus membela diriku. Sepi dihati ini tidak bisa dikelabui.



Ahhhhh….sekali lagi aku tepis bayangan itu dari pikiranku. Saat ini aku menikmati hidupku. Aku tak peduli apa yang orang katakan tentang kesendirianku. Aku memang selektif untuk menerima pria yang ingin menjalin hubungan denganku. Namun berkali-kali aku harus merasakan gagalnya hubungan. Aku yakin, suatu saat nanti aku akan temukan pria yang tepat.

Aku melangkah pergi meninggalkan tempat dimana tadi aku duduk termenung. Ku alihkan pandanganku ke arah pedagang-pedagang yang sedang beristirahat di tepi sungai. Aku sangat tertarik dengan kerja dan kehidupan mereka. Pastinya mereka tidak berkeberatan bila aku bertanya sedikit tentang hal itu. Cerita mereka aku butuhkan untuk makalah salah satu mata kuliahku. Kulangkahkan kakiku ke arah mereka, sembari sekali-kali melhat kesibukan warga sekitar sungai tersebut. Ada ibu-ibu yang saling bercengkrama sambil membilas pakaian kotor atau mencuci piring, ada anak-anak yang mandi ditepi sungai, dan ada pula bapak-bapak yang tergopoh-gopoh berlari karena ingin buang air besar, semua dilakukan di sungai tersebut. Walaupun air sungainya keruh namun tidak bau seperti di Jakarta.



Pandangan terakhirku tertuju pada seorang pemuda ber pakaian T-shirt lengan pendek dan celana jeans yang berjalan berlawanan dengan arahku bersama seorang lelaki yang sepertinya membawa dia berkeliling wisata.



Pemuda ini berpakaian selayaknya seperti beberapa turis-turis lainnya yang datang dari mancanegara. Namun ada sesuatu yang special pada pemuda itu sehingga pandanganku tertuju padanya walaupun aku berusaha melepas pandanganku darinya. Aneh rasanya. Seperti magnet yang menariknya, pandangannya pun terarahkan kepadaku. Sekian menit lamanya kita saling berpandangan. Sepertinya aku mengenalnya. Apakah dia berpikiran sama denganku. Dia berusaha lepas dari pandanganku namun tak kuasa menolaknya. Begitu pula kau. Aku jadi salah tingkah.



Beribu tanda tanya di kepalaku. Terbesit dipikiranku, seorang pemuda yang dulu pernah ku suka, apakah dia pemuda itu. Pemuda yang aku kenal hanya lewat musik namun telah merenggut hati dan khayalanku waktu itu sehingga aku selalu berharap suatu hari nanti bertemu dengannya. Aku selalu berkhayal dan bermimpi bisa bersamanya seperti halnya pemuja-pemuja lain yang berkhayal tentang Idola favoritenya. Sewaktu aku memulai merintis karierku, dia adalah sumber semangatku. Musik dan video klipnya selalu menemaniku diwaktu senggangku di rumah atau di kantor sehingga aku bersemangat dalam kehidupanku dan melakukan tugasku sehari-hari sampai mereka tenggelam dan tidak terdengar lagi kesuksesan bermusiknya di belantika musik Indonesia, tenggelam pula khayalan dan pikiranku akan dia selaras dengan keseriusanku dalam berkarier.



Sekarang setelah sekian lama, mungkinkah apa yang aku selalu harapkan dulu menjadi kenyataan? Tidak mungkin. Ini pasti hanya khayalanku saja. Pemuda yang aku lihat mungkin hanyalah seorang turis berambut pirang yang mirip dengannya.Tetap aku melangkahkan kakiku ketujuanku pertama yaitu ke para pedagang-pedagang yang sedang beristirahat. Begitu pula dengan pemuda itu, dia melanjutkan langkahnya yang berlawanan arah dengan langkahku. Besar rasa penasaranku untuk bertanya pada pemuda itu.



Apakah benar dia yang ku maksud. Namun aku malu bila aku salah menerka. Tapi apa salahnya bertanya. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan ini. Siapa tahu apa yang aku lihat ternyata benar. Langkahku semakin berat semakin aku dekat dengannya. Aku tak kuasa bertanya padanya, walaupun aku telah berdiri dengan jarak hanya setengah meter darinya. Mulutku kelu, langkah kakiku berat. Aku lewati pemuda itu dengan menundukkan kepala. Aku bersungut sendiri kepada diriku, kenapa harus aku lakukan itu. Balik dan bertanyalah padanya. Itu seruanku kepada diriku sendiri.



Seketika itu juga aku membalikkan tubuhku, dengan memberanikan diri aku bertanya pada pemuda itu, apakah aku mengenal dia. Pemuda itu dengan secepatnya membalikkan badan dan menjawab dengan tegas sambil berjalan kearahku, bahwa tentu saja aku mengenal dia. Dia melanjutkan, bahwa aku pasti salah satu fansnya dan diapun memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. Mendengar jawaban itu aku langsung lemas. Apa yang aku terka ternyata benar, ini adalah sebuah kenyataan, aku tidak bermimpi, aku benar-benar bertemu dengan pujaanku, alangkah senangnya hatiku, aku hanya bisa senyum dan tertawa, aku seperti mendapat hadiah yang selalu aku damba-dambakan seumur hidupku, aku bahagia sekali. Untungnya aku tak berteriak histeris, pastinya telah mengundang banyak perhatian orang-orang disitu. Spontan aku jabat tangannya dengan perasaan gemetar tidak karuan sambil memperkenalkan diri dan memberitahukan darimana asalku. Ada yang aneh dari mimik mukanya mendengar perkenalanku itu. Dia tersenyum dengan lebar antara senang dan sesuatu perasaan yang tidak enak tersembunyi dibaliknya. Mungkin hanya perasaanku saja yang sangat sensibel dengan gerak-gerik orang. Dia hanya menimpaliku bahwa aku juga sedang berlibur disini sama sepertinya dan aku tak berkesempatan bertanya selayaknya idola dan fans karena lelaki yang bersamanya mengingatkan bahwa waktu yang mereka punya tidak banyak. Mereka harus segera berangkat.



Aku dengan sigap mengeluarkan kamera, buku tulis dan pena yang aku bawa untuk mendapat foto dan tanda tangannya. Idolaku itu ternyata melihat apa yang aku berusaha keluarkan dari tasku, seraya menawarkanku untuk berfoto dengannya dan mendapat tanda tangannya. Jadilah foto yang aku damba-dambakan akan menghias meja kerjaku dan kamar tidurku dan tidak lupa aku akan men-uploadnya disalah satu situs di internet dimana aku dan teman-temanku selalu bertemu dan bertukar foto. Dan tanda tangannya akan aku simpan di file yang aku buat khusus tentang dia. Saat dia memberikan tanda tangan, dia sempat bertanya apakah aku juga mempunyai kakak, adik atau teman yang juga fans dengan dia, karena dia begitu senang bahwa di Indonesia masih ada fans yang setia padanya walaupun dia sudah tidak lagi terkenal. Aku sebut saja nama adikku dan diapun membuka lembaran selanjutnya untuk memberi tanda tangan khusus untuk adikku. Akupun bercerita sedikit bahwa adikku berinspirasikan pada Groupband idolaku itu untuk membuat Groupband sendiri. Dia pun tersenyum dan senang mendengar ceritaku itu. Dia memberikan pena dan buku tulisku kembali sambil menjabat tangan dan mengecup pipi kanan dan kiriku sambil pengucap selamat tinggal dan dia berharap akan bertemuku lagi dilain waktu. Aku terkesima dan kaget, pipiku pasti merah, keringatku bertambah banyak dibawah teriknya matahari yang mulai muncul ditambah kecupan dari Idolaku. Aku seperti melayang. Ku lambaikan tanganku membalas lambaian tangannya. Aku masih tidak percaya bahwa aku tidak bermimpi. Kucium dan kupeluk buku tulis didadaku yang sekarang sudah terisi tanda tangannya sambil tersenyum. Kubuka lembaran bukuku dimana tertera tanda tangannya. Begitu manis tertulis dibawah tanda tangannya namaku “for someone special.........”. Hatiku berbunga-bunga, begitu senangnya aku mendapatkan hadiah yang selama ini aku damba-dambakan.



Kubuka lembaran selanjutnya dimana dia telah menandatangani lembaran tersebut untuk adikku. Tapi apa yang kudapatkan membuatku terkejut. Bukan tanda tangan yang aku dapatkan disana melainkan beberapa kata yang membuatku lemas dan bergetar. Aku berusaha menenangkan diriku, nafas ini rasanya begitu berat, dan tenggorokan ini terasa serat membaca sekilas apa yang tertulis dilembar tersebut. Aku berjalan ke sebuah warung yang letaknya dibawah pepohonan yang cukup tinggi dan rindang sehingga terdapat banyak bayangan untuk berduduk-duduk menikmati minuman atau makanan yang tersedia di warung tersebut. Aku memesan minuman untuk menghilangkan serat di tenggorokan dan mendudukkan tubuhku yang lemas dan gemetar. Aku mencoba menenangkan diri, menarik nafas dalam dan minum. Aku mengingat lagi apa yang telah aku baca di lembaran itu. Mungkin aku mengalami Black Out tadi karena sengatan matahari..tidak mungkin..saat ini matahari belum menunjukan jilatan panasnya karena hari masih pagi...pasti sebabnya adalah perasaanku yang melambung terlalu bahagia jadi apa yang kubaca tadi hanyalah khayalanku saja. Aku tak ingin membuka lembaran dan membaca tulisan itu sekali lagi karena aku takut akan kecewa. Sekarang aku sudah duduk dan tenang. Aku yakin tadi hanyalah kesalahan penglihatan, yang tertera disitu pastinya bukanlah yang kubaca. Dengan yakin kubuka lembaran itu lagi. Kubaca sekali lagi dengan teliti hingga berkali-kali. Jantung ini berdebar kembali. Apakah aku terobsesi untuk bertemu sekali lagi dengannya sehingga apa yang tertulis dilembar itu mengatakan, Idolaku itu memintaku bertemu kembali di Singapore esok hari. Dia juga memberikan nomor telefon genggamnya. Dan dia minta agar aku tak memberitahukan siapapun tentang pertemuan ini. Perasaanku saat itu kacau. Sejuta pertanyaan bertengger di kepalaku. Disuatu sisi aku melonjak kegirangan mengkhayalkan sesuatu yang indah yang akan terjadi bila aku bertemu dengannya di Singapore nanti. Di lain sisi aku menerimanya dengan hati bimbang dan perasaan negatif, mungkin aku salah menjadikan dia sebagai Idola, aku tidak mau dijadikan korban karena aku mudah didapat sebagai fans. Di satu sisi yang terbesar adalah rasa penasaranku begitu besar sehingga aku memutuskan hari itu untuk mendapatkan ticket pesawat dan Hotel di Singapore. Makalah yang aku harus buat untuk mata kuliahku terpaksa aku tinggalkan dan dengan sangat berat aku batalkan janjiku dengan teman-teman di Jakarta untuk berpesta kulinari di Bogor dan Bandung sehari setelah aku kembali dari Kalimantan dengan alasan aku harus menetap lebih lama di Bali karena urusan keluarga yang mendadak melibatkanku.



Semalam aku kesulitan untuk tidur, aku memikirkan apa yang akan terjadi besok di Singapore. Malam itu beberapa kali kupandang fotoku bersamanya yang masih tersimpan di kameraku dan tulisan yang membuat jantungku berdebar. Masih ada perasaan tidak percaya bahwa aku dengan mudah mempercayai pemuda yang aku baru kenal hari ini an menerima ajakannya untuk bertemunya lagi di Singapore. Mungkinkah dia jujur dengan identitasnya, mungkin saja dia hanyalah orang yang mirip dengan Idolaku itu dan menggunakannya sebagai senjata untuk menaklukan wanita. Sekali lagi aku tepis pemikiran negatif itu jauh-jauh. Aku ingin menikmati rasa bahagia ini dengan pengharapan yang positif walaupun nanti tidak akan seindah yang aku bayangkan. Dengan pemikiran itu akhirnya aku bisa tertidur pulas dan keesokan harinya menikmati hari terakhirku bersama sanak saudaraku di Kalimantan walau dalam pikirannku aku tak sabar menghitung jam keberangkatanku menuju Jakarta dan kemudian Singapore.

Tibalah aku di Singapore. Aku sekarang sudah berada di Hotel dimana aku tinggal. Buatku, bila ini hanyalah lelucon aku tidak merasa rugi harus mengeluarkan uang khusus ke Singapore karena Singapore adalah tempat singgahanku bilamana aku merasa bosan dan penat di Jakarta, hanya untuk ber belanja atau jalan-jalan bersama keluarga atau teman. Selain itu Singapore adalah negara dimana Perusahaan tempatku bekerja berpusat disana maka tak jarang bila aku melakukan rapat dengan pemimpin dan rekan kerja disana.



Dengan tenang, aku memasukan nomor telefon yang tertera di lembaran buku tulisku itu ke telefon genggamku. Setelah terdengar nada sambung beberapa kali terdengar di seberang sana suara seorang lelaki menyebutkan nama sebuah perusahaan. Sepertinya aku salah memasukkan nomor telefon. Langsung aku berkata padanya bahwa aku salah menghubungi nomor tersebut dan menutup pembicaraan. Sekali lagi dengan perlahan dan hati-hati aku coba memasukkan nomor tersebut di telefon genggamku. Jawaban disana masih sama. Aku bingung, aku yakin aku memasukkan nomor yang benar dan aku langsung saat itu berpikiran bahwa pemuda kemarin itu hanya mirip dengan Idolaku dan dia telah berhasil mempermainkanku. Aku ingin menutup pembicaraan tersebut namun suara lelaki diseberang sana mencoba menghentikanku, dia bertanya dengan siapa dia berbicara. Aku hanya menjawab, agar dia tak perlu mengetahuian. Lalu kemudian dia menyebutkan nama dan asalku, apakah benar yang menghubunginya adalah aku. Aku terkejut. Aku bahagia setelah mengetahui bahwa yang diseberang sana adalah Idolaku tapi bahagia itu hanya sesaat karena aku belum yakin benar apakah dia yang sebenarnya atau hanya seorang pemuda yang mirip dengannya. Aku memberitahukan bahwa aku telah tiba di Singapore tanpa memberitahukan di mana aku tinggal untuk keamananku. Dia memintaku bertemu dengannya di salah satu Cafe di Bishan Park sore ini. Aku tak keberatan menemuinya disana, menurutku di tempat publik seperti itu sedikit kemungkinan untuk orang bisa melakukan kejahatan pada seorang wanita. Mungkin aku begitu naif dengan pemikirannya yang simpel tapi aku merasa harus menemuinya. Harapanku menemui Idolaku sangatlah besar dibanding ketakutan-ketakutanku.

Khayalanku sewaktu aku masih menjadi fans “nomor 1”-nya tumbuh kembali. Kadang aku tertawa geli kalau mengingatnya dan berusaha menghentikannya karena aku yakin semua itu tak akan menjadi kenyataan namun saat itu aku biarkan khayalanku melayang di pikiranku karena separuh dari khayalan itu telah menjadi kenyataan. Haruskah aku mempercantik diriku khusus untuknya agar aku bisa menarik perhatiannya, siapa tahu dengan penampilanku yang menarik, dia akan menaruh hatinya padaku, setelah berpikir aku putuskan untuk berpenampilan apa adanya. Aku tidak mau pria suka atau bahkan jatuh cinta padaku hanya karena penampilanku namun juga karakter dan sifatku. Setelah aku rapi berpakaian segera aku berangkat ke Bishan Park, semoga aku tidak terlambat tiba disana. Keseriusanku dalam bekerja menuntutku selalu on time. Saat itu perasaanku seperti aku akan menghadiri rapat penting dengan pemimpin-pemimpin tinggi perusahaanku di suatu Hotel berbintang lima atau di Negara yang belum pernah aku kunjungi. Kalau bisa aku lebih awal datang agar aku dapat mempersiapkan dan menyusaikan diri dengan ruang rapat agar aku bisa menikmati jalannya rapat dengan tenang. Aku mencoba mengalihkan pemikiran itu ke hal yang indah yang akan aku alami nanti sehingga senyum di bibirku mulai terlihat lagi.



Tak kusangka, traffic sore itu begitu penuh sehingga senyum yang tadi dibibirku mulai menghilang lagi. Ku minta agar Taksi yang kukendarai mengambil jalan alternatif namun tak begitu membantu, jalan alternatif yang diambil taksiku juga tersendat. Akhirnya tiba juga aku di Cafe yang dituju. Waktu menunjukkan 5 menit sebelum waktu yang disepakati untuk bertemu. Aku menarik nafas panjang dan membenarkan bajuku selepasku keluar dari Taksi dan memasuki Cafe. Aku berharap agar aku tak terlihat gugup dan salah tingkah di depan Idolaku nanti. Mataku memandang keseluruh ruangan di Cafe itu yang cukup luas itu mencari orang yang kumaksud, namun tak kudapati orang yang kucari. Tiba-tiba berdering telefon genggamku. Suara diseberang sana tak lagi asing bagiku, dia memintaku langsung menuju ruangan yang telah dia pesan di Cafe itu. Aku langsung menuju ruangan yang dia maksud. Diluar telah menunggu seorang pemuda dengan senyum yang tertuju padaku yang tak lain adalah pemuda yang kutemui di Sungai Barito kemarin. Hatiku berdebar namun kulangkahkan kakiku pasti kearahnya. Dia menjabat tanganku, menanyakan kabarku, mempersilahkanku masuk ke ruangan dan mempersilahkanku duduk. Setelah aku mendudukkan diriku, aku menjadi sedikit canggung, perasaan bahawa aku adalah seorang penggemarnya masih tertanam di hatiku, aku tak tahu harus berkata apa. Di depanku duduk seorang pemuda tampan yang dulu aku puja-puja. Aku masih tak percaya bahwa ini adalah kenyataan aku tidak bermimpi dan begitu beruntungnya aku untuk bisa bertemu secara privat dengan pujaanku walaupun sampai menunggu waktu yang lama dimana aku hampir lupa akan pujaanku itu. Pemuda yang dulu masih kekanakan sekarang sudah tumbuh dewasa. Dulu aku selalu menilainya sebagai Bintang yang tak dapat di gapai tapi bintang itu jatuh kebumi ini, sekarang dia duduk di depanku. Namun dia tak lain seperti layaknya pemuda biasa. Setelah aku duduk, dia mempersilahkanku memesan minuman. Didepannya sudah terdapat minuman yang sepertiganya telah diteguknya. Pastinya dia telah tiba beberapa menit sebelum kedatanganku. Aku meminta maaf bila dia telah lama menungguku sambil menjelaskan apa yang kuterka lewat minuman yang telah di minumnya sepertiga itu. Diapun tertawa. Aku pun senang, aku bisa menangguhkan rasa canggungku dengan memulai pembicaraan. Kamipun tenggelam dalam percakapan. Gaya bicaranya lembut dan gentlement. Sejak itu pula aku yakin dia bukanlah orang yang hanya mirip dengan Idolaku. Aku tahu sekali bagaimana gaya dan suara Idolaku. Ini tak dapat ditiru oleh siapapun. Hatiku tambah senang mengetahui hal itu dan tentunya aku tak lupa mengatakan padanya soal hal itu. Sekali lagi kami pun tertawa. Dia bilang, diapun tidak bisa mengharapkan begitu besar kedatanganku karena sebagai wanita tak mudah untuk menerima ajakan pria yang baru dikenal. Dia hanya yakin bahwa aku pasti akan datang. Dan keyakinan dia itu ternyata benar. Darinya tak perlu dia menjelaskan banyak karena aku sebagai penggemarnya selalu membuka kuping dan mata lebar mencari situsnya di internet hanya ingin sekedar tahu perkembangan musik dan tentunya cerita tentangkehidupannya diwaktu senggangku dirumah. Aku merasa kecewa sekali ketika suatu saat aku mendengar dia menikah, rasa kagumku padanya mulai meredup sejalan dengan itu meredup pula kariernya di permusikan dunia. Aku hanyak bisa mendengar beritanya di situs officialnya tapi tidak lagi di ajang musik international. Aku menggunakan kesempatan ini untuk mengucapakan terima kasih karena dia telah menyemangatkan hari-hariku, sebaliknya diapun mengucapkan terima kasih padaku yang telah sekian lama menjadi penggemarnya. Akupun tidak lupa bercerita bagaiamana aku dulu tergila-gila padanya sampai aku mengkhayalkan kebersamaanku dengannya. Seumpamanya ada kaca disana pastilah aku akan melihat pipiku yang merah karena malu menceritakan itu semua, mengingat umurku sekarang bukanlah remaja lagi. Tak lama kemudian datang seorang tamu yang ikut bersama kita menyantap kopi, minuman dan kue yang di sajikan di Cafe itu. Dia tak lain adalah Abang dari Idolaku yang juga terkenal lewat musik dan lagunya. Kebahagianku semakin bertambah.



Sekarang aku punya dua pemuda di depanku yang tampan dan terkenal. Aku bahagia sekali. Apalagi kita bercengkrama sampai lupa waktu bahwa sudah saatnya makan malam dan pulang ke hotel masing-masing. Semenjak pertemuan itu aku dan dia menjadi akrab. Aku tidak menyangka pertemuanku dengan dia di Sungai Barito membawaku ke hubungan yang erat begitu pula hubunganku dengan kakaknya. Sekarang Singapore adalah kota singgahanku selain shopping dan berlibur juga untuk bertemu dengannya.



Aku telah menjalin hubungan pertemanan dengannya selama hampir tiga tahun. Kami hanya berteman. Bertemu dengannya bisa dihitung dengan jari selama setahun di Singapore. Bila ada kesempatan chatting atau telefon kita gunakan dengan sebaik-baiknya, segala lelucon, kejadian sehari-hari, suka maupun duka kita bagi bersama. Semua itu membuat hidupku lebih bergairah seperti layaknya kita telah lama mengenal satu sama lainnya. Dia telah berkeluarga sedangkan aku masih sendiri. Dan aku tak dapat pungkiri rasa hati ini untuk memilikinya. Apakah dia merasakannya juga, aku tak tahu. Kadang aku marah, kenapa takdir menemukan kita dengan status begini. Tapi aku redam emosi itu, aku harus mengucap syukur bahwa aku diberi kesempatan untuk menjadi temannya walau jarak dan status berbeda.

Kehidupanku di kantor juga berjalan seperti biasanya, bahkan aku mendapat dorongannya yang positif selama aku mengenal dia untuk menjadi yang lebih baik. Aku pun mendapat kenaikan jabatan. Kuliah S2 ku dapat aku tempuh dengan cepat. Sekarang hidupku jadi penuh warna. Diposisiku sekarang yang sudah menjadi kepala bagian, perusahaan memberiku seorang asisstant dan seorang sekretaris dengan itu beban kerjaku lebih ringan, aku pun lebih banyak waktu untuk urusan pribadi sepulang kerja dan akhir minggu. Akupun lebih terbuka ke rekan kerja dan bawahanku. Hari-hariku selalu kujalani dengan penuh keceriaan. Aku lebih mudah tersenyum dan dapat menanggulangi masalah bawahanku atau kerjaanku dengan kepala dingin. Perubahan itu juga mempengaruhi kehidupan pribadiku yang saat ini aku sadari. Ternyata selama ini tanpa aku sadari aku selalu meluangkan waktuku ditempat kerja dan makan siangku dengan seorang pria single yang merupakan rekan kerjaku. Dia juga salah satu kepala bagian diperusahaan dimana aku bekerja. Setahuku, hubunganku dan dia hanya sekedar teman dan rekan kerja yang kebetulan di jodohkan oleh perusahaan untuk saling bekerjasama. Bahkan kita juga sering bertemu di luar jam kantor dan akhir pekan untuk menyambung pembicaraan planning kerja kita yang tertunda di kantor, selebihnya memang kita menikmati jam di luar kantor dan akhir pekan kita bersama karena kebetulan kita mempunyai kesenangan yang sama. Memang tak terelakan obrolan kecil sering terjadi antara kita. Lambat laun aku pun lebih mengenal dia. Aku merasakan nyaman bila berbicara dan bepergian bersama dia. Aku baru tersadar ternyata dia menaruh hati padaku setelah dia mengutarakan perasaannya suatu malam. Aku sempat terkejut dengan pengutarannya itu namun disuatu sisi aku bahagia karena setelah sekian lama aku tak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun kecuali dengan dia dan Idolaku. Selama aku mengenal Idolaku, aku merasa tak pernah membutuhkan pendamping karena aku berharap besar suatu saat nanti Idolaku itu akan meninggalkan istrinya untukku. Aku tahu, hal ini tak mungkin terjadi. Aku kenal dia, dia adalah suami dan ayah yang baik. Dia tahu betul bagaimana menempatkan diri sebagai temanku, begitu pula aku. Di balik itu semua sebenarnya aku selalu memikirkan saat pertama aku bertemu Idolaku, sesuatu kejadian yang luar biasa, aku masih merasakan magnet yang menarik pandangan kita untuk bertemu pada waktu itu di Sungai Barito. Ini memicuku untuk selalu berharap bahwa aku dan dia ditakdirkan untuk bersama, hanya waktu yang akan membuktikannya. Ternyata pemikiranku tidak salah seratus persen. Sekarang memang waktu telah membuktikan, Idolaku bukan untuk kumiliki. Ada pria lain yang lebih menganggapku sebagai teman. Dia selalu ada untukku. Dia juga menghargaiku sebagai rekan kerja dan teman. Dan dia membutuhkanku lebih dari teman. Lain halnya hubunganku dengan Idolaku. Bertemu dan komunikasi antara kitapun sangat terbatas walaupun setiap waktu entah lewat telefon, chatting atau pertemuan serasa kita sudah lama mengenal satu sama lainnya. Namun itu hanya sesaat, kami tenggelam kembali dengan urusan kita masing-masing setelah kita usai bertemu atau berkomunikasi. Tak ada hubungan yang intensif dan sering antara aku dan Idolaku dibanding hubunganku dengan pria yang menaruh hati padaku ini.



Keputusanku sekarang bulat, aku menerima ajakannya untuk melanjutkan ke hubungan yang lebih serius. Aku menerimanya bukan karena tak mau merusak hubungan kerjaku dengan dia melainkan selama aku mengenalnya, aku dengan diam-diam mengaguminya bukan hanya tampan, dia adalah sosok pria dewasa yang tahu memposisikan dirinya sebagai rekan kerja di kantor dan teman di luar jam kerja. Karena kedewasaannya itu akupun tak ragu bercerita tentang masalahku untuk meminta nasihat dan masukan darinya yang mana memang sangat berguna dan tidak pernah terpikirkan olehku. Aku juga suka cara kerjanya yang profesional dan ketepatan waktunya bila kita mempunya janji didalam atau diluar kerja. Dan yang lebih penting perhatiannya dan bagaimana dia menjagaku membuatku merasa nyaman berada di sampingnya. Aku pun menaruh hati padanya. Selain itu posisinya di perusahaan juga merupakan salah satu kategori yang harus di miliki seorang pria yang mau menjalankan hubungan serius denganku. Hatiku merasa bahagia. Akhirnya datang pria yang tepat untuk mendapingiku. Aku berjanji pada diriku, aku akan buang mimpi-mimpi dan harapan-harapanku untuk bisa menjalin hubungan serius dengan Idolaku. Bila aku terawang jauh bilamana memang suatu saat nanti dia meninggalkan istrinya untukku, aku tak akan sanggup membagi hidupku dengannya yang telah mempunyai empat anak itu dan aku tak ingin cintanya kepadaku terbagi kepada empat anaknya. Pastinya akan timbul pula masalah-masalah keluarga yang akan melibatkanku secara langsung dan tak langsung. Aku ingin menjalankan hubunganku dengan seorang pria tanpa ada pihak kedua, aku tak ingin berbagi pria yang kucintai dengan siapapun. Aku pun berjanji, tak akan mengecewakan pria yang telah menaruh hati padaku ini, aku yakin cintanya padaku tulus. Begitu pula cintaku padanya. Akupun dapat melihat masadepanku dengannya terpampang dan terlukis jelas. Aku dan dia akan bahagia sebagai dua pasangan yang telah dijodohkan untuk bersama.



Tak lupa aku beritakan kabar bahagiaku ini ke Idolaku. Diapun turut bahagia mendengarnya. Aku memulai hari demi hari dengan pria yang kucintai dengan bahagia. Kami bahkan sering meluangkan waktu liburan kami ke Singapore. Anehnya....tak ada rasa kangen atau kehilangan akan Idolaku setiap kali aku ke Singapore dengan pacarku. Padahal Singapore adalah tempat yang kucanangkan sebagai tempat aku dan Idolaku bertemu. Waktu luangku juga tak lagi aku gunakan dengan berchatting atau bertelefon dengan Idolaku. Kami hanya melakukan komunikasi melalui SMS atau email, itu pun tak banyak yang kami ceritakan. Hanya sekedar ingin mengetahui kabar masing-masing. Aku lebih suka menghubungi teman atau saudara dekat pacarku untuk berbicara dan meminta nasihat mereka bilamana aku punya masalah dengannya karena mereka mengenal pacarku lebih lama sehingga bantuan dari mereka lebih berguna daripada aku membicarakannya pada Idolaku. Memang aku sangat menyayangkan hubunganku dengan Idolaku menjadi tak seperti dulu. Namun, jalannya sekarang telah berubah. Aku tidak lagi mengharapkannya dia. Diapun sudah mempunyai jalan hidupnya sediri. Kita masih berteman walaupun tak seperti dulu.



Sudah dua tahun lamanya aku menjalin cinta dengan dia. Kami memutuskan untuk melanjutkan hubungan kami ketahap berikutnya. Kami pun bertunangan. Telah kami putuskan bahwa kami berdua tidak mau terburu-buru untuk melanjutkan ke jenjang perkawinan walaupun kami sudah siap secara keseluruhan, namun kami ingin masih mau mengembangkan diri di karier khususnya untukku karena setelah menikah nanti kami memutuskan untuk segera mempunyai momongan mengingat umur kami yang tak lagi bisa menunggu beberapa tahun lagi untuk memomong seorang anak maka otomatis aku pun harus keluar dari pekerjaan. Aku ingin berkosentrasi penuh mengurus anakku dengan konsekuensi aku harus meninggalkan karierku. Kami pun berkomitmen untuk menjalankan rencana kami ini.

Waktu cepat berlalu, pertunangan kami sudah memasuki tahun ke dua. Pijar cinta kami semakin berkejora. Kami pun tidak mau lagi menunggu lama-lama untuk melangsungkan pernikahan. Di hari yang bahagia aku mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa atas diberikan seorang pria yang baik dan penuh perhatian kepadaku. Aku berdoa agar pernikahan kami akan selalu di temani oleh pijar cinta sehingga kami dapat memberikan pijar cinta itu kepada anak-anak kami kelak. Kami berdua dan segenap keluarga besar, sahabat, teman dan rekan kerja larut dalam suka cita pernikahan kami. Aku pun sudah mengundurkan diri dari pekerjaanku jauh hari sebelum pernikahanku. Sangat aku sayangkan karierku yang begitu cermerlang aku tinggalkan setelah aku menikah. Namun aku tak mau mengambil resiko kehidupan rumah tanggaku khususnya dalam pengurusan anak jadi terbengkalai karena keegoisanku mempertahankan keluarga. Kami pun merayakan pesta kecil perpisahanku di kantor karena aku telah 15 tahun berpatisipasi di perusahaan tersebut.



Kabar gembira dariku ini tentu saja tak lupa aku katakan kepada Idolaku. Lewat email kutulis betapa bahagianya aku menikah dengan seorang pria yang tadinya hanya rekan kerja dan teman lalu menjadi pacar dan kemudian kita bertunangan dan akhirnya menikah. Kutuliskan juga disana kejujuran hatiku bahwa setelah aku menjadi temannya aku sangat berharap hubunganku dengan dia semakin menuju ke tahap keseriusan walaupun aku tahu itu tidak mungkin. Aku tahu dia suami yang baik untuk istrinya dan ayah yang baik untuk anak-anaknya. Ternyata sebelum aku kecewa, Tuhan telah memberikan penangkalnya dengan mengirimkan pria ini ke kehidupanku dan aku merasa bahagia dengannya. Aku pun berharap agar dia diberi kebahagiaan pula bersama keluarganya.



Telah lama aku menunggu jawaban email darinya namun tak kunjung pula. Saat itu aku berpikir, mungkin dia sibuk dengan album musik yang dalam waktu dekat akan di liris. Aku pun bahagia bila memang itu yang terjadi. Tapi apa mungkin dia sesibuk itu sampai emailku pun tak sempat dia balas.

Aku termenung di depan komputerku membaca sebuah email yang tak lain dari orang yang selama ini aku tunggu-tunggu. Sebuah cerita yang sangat mengejutkanku.

To my lovely friend,

Ijinkan aku bercerita........Aku pergi ke Sungai Barito, Kalimantan bukan hanya sekedar berwisata. Aku disana mencari seorang wanita yang selalu hadir dimimpiku bertahun-tahun. Dari mimpiku itu, aku tahu darimana dia berasal, raut wajahnya, belaiannya, senyumannya, semua yang ada didirinya. Aku seperti kesetanan. Mimpi itu seperti dunia kedua bagiku. Setelah aku melakukan terapi mimpi itu berangsur-angsur hilang. Namun aku merasa ada sesuatu yang hilang. Setiap hariku dipenuhi dengan kegusaran, aku ingin tahu apakah mimpiku benar terjadi atau tidak. Karena mimpi yang kualami selalu begitu intensif dan jelas sampai aku tahu secara details apa yang aku mimpikan setelah aku terbangun. Aku memutuskan untuk mencari wanita itu. Tak kusangka ternyata wanita itu benar-benar ada. Mimpiku ternyata benar. Aku telah menemukannya dan dia sekarang telah menjadi teman baikku. Sampai aku merasakan adanya percik kasih dihatiku yang ingin kuberikan padanya. Namun hidupku sekarang telah berbeda, aku telah berkeluarga dan aku sangat mencintai keluargaku. Aku pun tak tega merusak hidup wanita itu bila dia tahu aku menaruh hati padanya tapi dia tak dapat memilikiku. Apa yang akan terjadi dengan kehidupan kita berdua dikemudian hari bila aku mengatakan aku cinta padanya...aku tak berani memikirkannya. Lebih baik aku tanam perasaan itu dalam-dalam dan berdoa yang terbaik untuk kita berdua. Setelah aku tahu dia menikah hatiku sedih, sekarang dia benar-benar tidak untukku. Akankah dia menghilang dari kehidupanku, akankan dia datang lagi di mimpiku? Aku hanya berharap pertemanan kita tetap terjalin walaupun sekarang kita telah mempunyai kehidupan masing-masing. Aku turut berbahagia atas pernikahanmu. Kamu selalu dihatiku, datanglah selalu di mimpiku dan aku berharap pertemanan kita akan abadi.....



Aku tak percaya dengan apa yang telah aku baca. Perasaanku berkecamuk didalam hati. Ucap syukurku tak terkira besarnya kepada Tuhan yang telah memberikan semua ini. Mungkin orang lain hanya bisa bermimpi dan bermimpi untuk bisa menjalin pertemanan dengan Idolanya aku dengan mudah bisa mendapatkannya, walau itu terjadi setelah beberapa tahun kemudian.



Mungkin orang lain harus menunggu dan menunggu untuk mendapat pendamping yang diinginkannya dengan mudah aku mendapatkannya dari orang yang tak jauh dariku. Dan dia begitu sempurna bagiku. Aku hanya bisa berkata ” Cinta tak harus memiliki....” untuk apa yang Tuhan gariskan padaku dan Idolaku.

“ Cinta adalah rasa memiliki antara dua manusia” untuk apa yang Tuhan gariskan padaku dan suamiku.

Tiba-tiba aku dikejutkan dengan kecupan manis di kupingku dan suara lembut yang khas dari suamiku. Kupeluk erat jemari tangannya dan kukecup juga keningnya sambil mengucapkan sebuah kalimat untuknya didalam hati.

“Cintaku hanya untukmu, sayangku.... Aku tak ingin berbagi cinta dengan siapapun walaupun dia menjelma seperti Arjuna.”

»

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Street Art Copyright by kikyou | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowtoTricks